Dispertan dan Disperindagkop Labura Disorot: Publik Pertanyakan Sikap Pemerintah Atas Dominasi Harga PT KISS

Daerah, Sumut246 Dilihat

Labuhanbatu Utara--Bening info  || Kadis Pertanian Labuhanbatu Utara, drh. Sudarija, S.H., M.H., menyampaikan bahwa pihaknya akan melakukan monitoring ke PT Kuala Intan Sawit Selatan untuk menindaklanjuti keluhan petani mengenai kebijakan perusahaan yang dinilai lebih mengutamakan kepentingan internal ketimbang kesejahteraan masyarakat. Respons ini muncul setelah berbagai laporan petani menyebutkan adanya dugaan ketimpangan dalam tata niaga hasil perkebunan di wilayah tersebut.

 

Di lapangan, PT KISS bukanlah satu-satunya pabrik pengolahan kelapa sawit yang beroperasi di Labuhanbatu Utara. Namun pabrik ini dianggap sebagai yang paling strategis dari sisi lokasi sehingga menjadi tujuan utama petani menjual hasil panen mereka. Karena letaknya yang lebih dekat dan akses yang lebih mudah dibanding PKS lainnya, banyak petani bergantung kepada perusahaan tersebut untuk menyalurkan TBS mereka.

 

Seiring waktu, berkembang dugaan dari masyarakat bahwa harga pembelian TBS di Kabupaten Labura sering kali bergerak mengikuti angka yang diterapkan PT KISS. Kondisi ini menimbulkan persepsi bahwa perusahaan tersebut memiliki pengaruh cukup besar dalam pembentukan harga di tingkat petani. Beberapa warga bahkan menyampaikan dugaan bahwa dominasi ini mungkin terkait dengan anggapan publik yang menilai PT KISS memiliki kedekatan khusus dengan kepemimpinan daerah, baik pada masa Bupati H. Buyung Sitorus maupun di era Bupati Hendriyanto Sitorus. Semua ini masih sebatas dugaan masyarakat yang berkembang di ruang publik dan membutuhkan klarifikasi resmi dari pihak terkait.

 

Selain soal harga, petani juga mengeluhkan persoalan potongan tonase dan sortiran TBS yang dinilai tidak transparan. Keluhan-keluhan tersebut telah berulang kali diberitakan di media online sebanyak empat kali, namun belum terlihat respons komprehensif dari pihak pemerintah daerah untuk memberikan kepastian dan perlindungan kepada petani.

 

Dari perspektif regulasi, Dinas Pertanian memiliki mandat pembinaan, pengawasan, serta perlindungan terhadap petani termasuk memastikan perusahaan pengolahan sawit mematuhi ketentuan penetapan harga TBS yang berlaku di tingkat provinsi. Sementara itu, Disperindagkop berperan mengawasi tata niaga, menjaga persaingan usaha tetap sehat, serta memastikan transaksi antara perusahaan dan masyarakat berlangsung adil dan transparan.

 

Namun hingga kini sebagian masyarakat menilai kedua OPD tersebut belum menunjukkan sikap tegas atau langkah nyata dalam menyelesaikan persoalan yang berulang ini. Ketidakhadiran pemerintah daerah dalam konflik tata niaga tersebut membuat sebagian warga beranggapan bahwa OPD terkait seolah tidak memiliki keberanian atau tidak mampu menghadapi kebijakan perusahaan yang dinilai merugikan petani.

 

Masyarakat hanya menuntut pemerintah untuk menjalankan fungsi sesuai amanat peraturan perundang-undangan dan memastikan bahwa perusahaan tidak menggunakan posisinya yang strategis untuk mengambil keuntungan berlebih dari petani yang bergantung pada akses pabrik terdekat.

 

Kini petani menanti realisasi janji monitoring dari Dinas Pertanian serta langkah tegas Disperindagkop dalam mengawasi tata niaga TBS. Publik berharap pemerintah daerah dapat hadir sebagai pelindung rakyat, bukan sekadar penonton di tengah dinamika ekonomi yang menyangkut hajat hidup banyak keluarga di Labuhanbatu Utara.***Ari Wibowo