Labuhanbatu Utara,Bening info || Polemik pembukaan lahan yang diduga melibatkan alat berat excavator dalam skala masif di Dusun VII Pangujungan Situmba, Desa Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhanbatu Utara, kian memanas dan menuai sorotan luas. Berdasarkan informasi warga, aktivitas tersebut diduga telah menggarap kawasan hutan tua hingga mencapai sekitar lima ratus hektar. Kondisi ini memicu keresahan masyarakat akibat tumpang tindih lahan, terganggunya kebun rakyat, serta ancaman kerusakan lingkungan yang lebih luas.
Upaya konfirmasi telah dilakukan wartawan kepada pihak yang disebut masyarakat sebagai koordinator lapangan, Yahya Naipospos, melalui pesan WhatsApp. Konfirmasi mempertanyakan legalitas kegiatan, izin pemanfaatan kawasan, penggunaan alat berat, serta koordinasi dengan pemerintah desa. Namun hingga berita ini disusun, tidak ada jawaban maupun klarifikasi yang diberikan.
Sorotan kemudian mengarah ke Pemerintah Desa Hasang. Sekretaris Desa Hasang, Dedi Sitorus Pane, saat dikonfirmasi mengaku telah meninjau langsung keberadaan alat berat di lokasi tersebut.
“Sudah pulang kutengok bekonya bapak, cerita warga sekitar jam 10 pak,” ujar Dedi singkat. Pernyataan ini justru menambah tanda tanya publik, mengingat belum adanya penjelasan resmi terkait dasar hukum maupun izin kegiatan pembukaan lahan tersebut.
Tekanan juga datang dari organisasi kontrol sosial. Sekretaris DPW LSM FKP2N Sumatera Utara, Fachri Ramadhan Daulay, menegaskan bahwa pembukaan lahan dalam skala ratusan hektar tidak mungkin dilakukan tanpa persiapan administratif dan izin resmi.
“Kalau benar ratusan hektar dibuka dengan excavator, itu bukan kerja kecil. Harus ada izin, dokumen, dan keterbukaan kepada masyarakat. Jika tidak, ini jelas pelanggaran hukum dan ancaman serius bagi lingkungan,” tegas Fachri.
Fachri menambahkan bahwa pihaknya telah menerima laporan warga yang merasa dirugikan akibat lahan mereka mulai tergarap. FKP2N berkomitmen melakukan investigasi lapangan dan mendesak instansi teknis segera turun tangan.
Desakan serupa disampaikan Ketua DPD LSM SUKMA Sumut, Evi Tanjung. Ia menilai aktivitas pembukaan lahan tersebut sarat kejanggalan jika dilakukan tanpa koordinasi dengan pemerintah desa dan tanpa izin kehutanan.
“Kami mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum bertindak tegas. Jangan biarkan hutan dan lahan masyarakat rusak demi kepentingan segelintir pihak,” ujarnya.
Dugaan aktivitas ini bersinggungan langsung dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Pasal 17 ayat (1) melarang setiap orang menggarap kawasan hutan tanpa izin, sementara Pasal 92 ayat (1) mengancam pidana penjara hingga 15 tahun dan denda paling sedikit Rp500 juta bagi pelanggar. Ketentuan serupa juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Isu ini semakin krusial ketika dikaitkan dengan rentetan bencana alam di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh, seperti banjir bandang dan longsor, yang kerap dikaitkan dengan kerusakan hutan akibat pembukaan lahan tak terkendali. Masyarakat khawatir kerusakan hutan tua di wilayah mereka akan memicu bencana serupa.
Atas dasar itu, FKP2N Sumut mendesak agar dalam waktu satu pekan seluruh aktivitas pembukaan lahan di Dusun VII Pangujungan Situmba dihentikan sementara hingga proses pemeriksaan dan verifikasi izin dilakukan. Selain itu, pemerintah diminta mengkaji secara serius dampak kerugian yang dialami warga serta potensi kerusakan lingkungan jangka panjang.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak pengelola kegiatan maupun instansi kehutanan terkait. Publik kini menanti langkah konkret dari UPT KPH V Aek Kanopan, Dinas Lingkungan Hidup, dan aparat penegak hukum agar hukum dan keselamatan lingkungan benar-benar ditegakkan.***Ari Wibowo /tim






